Woensdag 22 Mei 2013

Siswi Gantung Diri, Fanny Harus Jadi Pahlawan UN


 

Ilustrasi
Ilustrasi
DEPOK - Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyebut Fanny Wijaya (16) sebagai pahlawan Ujina Nasionl (UN), meskipun menyesalkan jalan pintas yang dipilih remaja tersebut. Siswi kelas III SMP PGRI, Pondok Petir, Bojongsari, Depok itu, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena takut tak lulus UN.

Fanny cemas terhadap pelaksanaan UN. Sebagai bentuk penolakan dan puncak ketakutannya ditunjukkan dengan cara mengakhiri hidup. "Fanny adalah pahlawan UN. Ini fakta bahwa UN membuat siswa menyeramkan. Menteri Pendidikan harus berkaca dan mengevaluasi pelaksanaan UN agar tidak ada korban lagi," ujar Arist saat mengunjungi rumah Fanny, di Perumahan Reni Jaya Blok G 11 Nomor 4 RT003/07, Pondokpetir, Bojongsari, Depok, Rabu 22 Mei.

Arist mengatakan, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan UN dihentikan. Jika UN tetap dilaksanakan mestinya bukan sebagai penentu kelulusan. Menurutnya, kelulusan siswa ditentukan oleh sekolah. UN hanya berfungsi sebagai pemetaan pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

"Saat ini UN merupakan penentu kelulusan. 60 persen nilai UN dan 40 persen nilai di sekolah. Jadi pantas Fanny cemas, karena UN SMP itu Bahasa Indonesia, matematika dan IPA. Dari tiga, Fanny lemah di matematika. Jadi seharusnya sekolah yang menentukan kelulusan," tuturnya.

Ibunda Fanny, Yani (50) berharap hanya Fanny yang menjadi korban UN dan tidak ada anak lainnya seperti Fanny. Yani memastikan bahwa anak keduanya itu nekat gantung diri karena takut tak lulus.

Bahkan sehari sebelum berangkat study tour di hari tewasnya, Fanny sempat mengeluh acara wisata bersama itu digelar sebelum UN.

"Menghadapi UN, Fanny belajar siang malam. Bahkan mau tidur saja dia pegangin buku. Dia cemas, stres takut enggak lulus. Dia bilang matematikanya lemah. Apalagi paketnya ada 20. Dia khawatir banget. Nah, sehari sebelum gantung diri dia bilang ‘Ngapain study tour, senang-senang, pengumuman UN saja belum. Kalau tidak lulus bagaimana'," kata Yani.

Fanny juga sempat melontarkan kekesalannya terhadap pelaksanaan UN. Bahkan, Fanny memberikan pensil 2B kepada adiknya, Vony, sebagai bentuk pelampiasan kekesalan.

"Saya sudah bilang pasrah saja. Tapi nasihat saya itu seperti tak didengar. Pikirannya kosong. Dia ingin lulus malu jika tak lulus UN. Terus dia bilang ngapain sih pemerintah kok harus ada UN, tiap malam enggak bisa tidur," isaknya.

http://jakarta.okezone.com/read/2013/05/23/501/811193/siswi-gantung-diri-fanny-harus-jadi-pahlawan-un

0 komentar:

Plaas 'n opmerking