Maandag 22 Julie 2013

'Menegakan Ajaran Agama Tidak Harus dengan Cara Kekerasan



Ilustrasi (Foto: dok Okezone) Ilustrasi (Foto: dok Okezone)
JAKARTA- Bentrok antara warga Kecamatan Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah dengan massa Front Pembela Islam (FPI) pada 17 dan 18 Juli 2013 disesalkan berbagai kalangan. Pasalnya, kekerasan tersebut terjadi di bulan suci Ramadan 1434 H.

Bahkan, Presiden SBY juga mengeluarkan teguran yang keras dan memerintahkan kepada aparat kepolisian untuk segera menyelesaikannya.

Menurut pengamat politik, Toni Sudibyo, teguran keras Presiden SBY kepada FPI adalah teguran seorang Kepala Negara yang harus memimpin rakyatnya agar mengerti dan menghormati hukum, peraturan dan tata tertib.

Dijelaskannya, kasus tersebut perlu dinetralisir agar tidak berkembang ke arah yang semakin destruktif, serta meminimalisir berbagai isu negatif yang juga berkembang di masyarakat terkait bentrokan tersebut. “Yang penting dicegah agar bentrokan susulan tidak terjadi kembali,” jelas Toni kepada Okezone, Senin (22/7/2013).

Dia menambahkan, UU Ormas masih terlalu dini untuk digunakan sebagai alat memberangus keberadaan FPI, karena setiap pelanggaran hukum apabila terjadi, harus diputuskan tingkat kesalahannya oleh pengadilan.  “Apakah FPI melakukan pelanggaran hukum atau tidak dalam kasus tersebut harus dibuktikan oleh pengadilan. Seberapa besar bobot kesalahan FPI seandainya FPI telah melakukan pelanggaran pidana, hanya pengadilan yang memutuskan,” tambahnya.

Dikatakannya, besar kecilnya kesalahan dan keputusan hukuman yang dijatuhkan akan menunjukkan apakah UU Ormas dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan sanksi hukum dan politik kepada FPI ataukah tidak.

Sementara, pengamat politik lainnya Arman Ndupa mengatakan, kasus tersebut juga mengindikasikan warga masyarakat setempat merasa terganggu dengan aksi sweeping yang dilakukan FPI. “Seharusnya, menegakkan ajaran agama atau amar maruf nahi mungkar tidak harus dengan jalan kekerasan,” tambahnya.

Bagi Arman Ndupa, suatu ormas dapat dibubarkan apabila secara organisatoris dapat dibuktikan oleh pengadilan, bahwa ormas yang bersangkutan telah melakukan tindakan pelanggaran pidana sesuai dengan ketentuan KUHP. “Hal ini diperlukan dalam rangka tegaknya hukum di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, peranan aktif tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat setempat dapat ditingkatkan untuk mencegah bentrokan lebih lanjut. “Jangan sampai kasus ini menjadi 'pintu masuk' bentrokan antar ormas dengan preman ataupun hal-hal destruktif lainnya yang dapat menyebabkan konflik komunal yang lebih mendalam,” pungkasnya.

0 komentar:

Plaas 'n opmerking